Dari Rojali ke Thrifting: Saat Belanja Bukan Lagi Prioritas Masyarakat Indonesia
Bukan untuk berbelanja, pergi ke mal hanya untuk melihat-lihat sambil mengajak keluarga.-dok. Bianca Khairunnisa/DISWAY.ID-
Solusi: Mal Harus Jadi Tempat “Ngerasa”, Bukan Sekadar Belanja
Ekonom senior Nailul Huda (Celios) menilai, perubahan perilaku pasca-pandemi adalah sinyal bagi mal untuk bertransformasi jadi ruang sosial, bukan sekadar tempat belanja.
“Kalau tidak beradaptasi, mal hanya akan jadi aset mati,” tegasnya.
Mal kini harus jadi experience center — menghadirkan hiburan, ruang komunitas, area pameran UMKM, dan acara budaya.
Sementara pemerintah perlu menjaga keseimbangan level playing field antara toko daring dan luring lewat kebijakan pajak yang adil.
Akhir Cerita: Mal Tak Padam, Hanya Perlu Arah Baru
Kini, Rojali dan Rohana masih berjalan di antara etalase bercahaya.
Mereka tak paham soal pajak, stimulus, atau regulasi impor.
Yang mereka tahu, hidup harus tetap dijalani, meski hanya dengan jalan-jalan di mal tanpa belanja.
Di tengah lesunya ekonomi, mal masih bisa hidup kembali —
bukan sebagai tempat berbelanja, tapi tempat manusia kembali merasa.
Baca versi lengkapnya diliputan khusus Bisik Disway - Jeritan Hati Rojali dan Rohana, Mal Sepi Jadi Tempat Pelesir Gratis karena Dompet Menipis
Sumber: